CERPEN

Rabu, 22 Desember 2010

CERPEN

Belum Ada Judul

     Di tinggal pergi bapak di usia belia. keadaan yang sungguh sangat tidak di harapkan, aku terlahir dari keluarga sederhana dari desa kecil. beruntung aku punya ibu yang sangat tabah dan tidak menyerah terhadap keadaan. Di besarkan dengan nasehat dan kasih sayang yang tulus membuat aku dan adek ku tercinta menerima keadaan ini dengan lapang dada. Saat ayah pergi meninggal kami untuk selama nya aku baru menginjak kelas 1 SMP, tepat 3 hari aku menginjakan kaki di sekolah itu. Baru 3 hari merasakan kebahagian di terima di sekolah yang aku idam-idamkan. Ratih adek ku satu-satu nya masih duduk di kelas 5 SD pada saat itu.

      Kabar meninggalnya bapak sempat membuat aku tak percaya, Hari itu seperti biasa aku dan adek ku Ratih berangkat ke sekolah dan bapak pergi kerja,kebetulan ada kerja membangun rumah, Profesi bapak ku adalah tukang bangunan. 

       Hari itu kamis,tepat pukul 10.00 salah seorang tetangga kami datang ke sekolah menjemput ku, pada saat itu aku belum tau kenapa di jemput di sekolah,
Dalam perjalanan cerita yang aku dengar hanya sebatas kecelakaan kerja yang dialami bapak, bapak terjatuh dari atap rumah tempat beliau bekerja.
Tapi kenyataan yang ku lihat sesampai dirumah sangat berbeda. Tubuh bapak yang tegap telah berselimut kain panjang dengan kepala di ikat kain putih..
Tetesan air mata langsung bercucuran seketika itu juga. Disamping jenazah ayah, ibu dan adek ku menangis tersedu menatapi wajah bapak dengan mata tertutup dan kepala terikat.
Seketika ku berlari ke pangkuan ibu,menangis dan terisak2.
Sabar ya nak, sabar ya nak ,,Cuma itu yang terucap dari mulut ibu, sementara adek ku masih terus menangis …..
Ku pandangi bapak di pembaringan, ku temani sampai jasad bapak berkalang tanah.
Rasa kehilangan dan kesedihan yang teramat dalam yang kurasa di saat itu.

Tujuh hari sudah sekarang kami lalui hidup tanpa bapak.
“ sekarang bapak mu sudah ngak ada nak, kamu jangan cengeng, jalan kita masih panjang” kata pertama yang di ucapkan ibu untuk menyemangatkan ku
Lepas 7 hari kepergian ayah.
Tak terasa air mata pun menetes di sudut mata ku yang sayu, tak sempat air mata ini jatuh tangan lembut ibu sudah ada diwajahku,sambil menyapu air mata ku kembali ibu berktata
“ kamu jangan cengeng Amri, ne bukan lah akhir hidup kita, kita harus sabar dan tetap tawakal, ini lah awal dari kehidupan kita yang sebenarnya “
Kutelan tangis ku mendengar kata ibu, walau sebenarnya dalam hati ini tidak sanggup rasanya untuk membendung air mata yang ingin tumpah. Ratih hanya diam menggumam tangisnya saat ibu berkata seperti itu.

Babak baru kehidupan aku, ibu dan adek ku pun di mulai. Setiap hari aku pergi ke sekolah seperti biasa,kebetulan sekolah ku dan sekolah adek ku Ratih berada di satu kawasan yang sama, seperti hari – hari sebelumny,aku dan ratih berangkat ke sekolah berbarengan pada pagi hari dengan sepeda usang peninggalan ayah. Tak ada yang berubah, setiap akan berangkat sekolah ibu selalu menyiapkan sarapan untuk kami. Ketika akan sarapan inilah terkadang aku merasa sedih, biasany sebelum berangkat sekolah kami sarapan berempat dan sekarang hanya bertiga.itu lah yang sulit aku lupakan di awal2 kepergian ayah. Di saat sarapan ini lah nasehat2 sering keluar dari mulut ibu kepada aku dan adek ku,terutama kepada ku,nasehat-nasehat yang membuatku tetap semangat dan optimis menatap masa depan.
Nasehat ibu yang paling ku ingat adalah
“ jangan pernah mengeluh,jangan takhluk sama keadaan,ingat selalu tuhan dan belajar yang giat, buat lah ibu bangga dan bapak mu tersenyum di alam sana. mudah2n hidup kita berubah suatu saat nanti”
Doktrin yang selalu aku terima, dan yang selalu mengiringi langkah kaki ku berangkat ke sekolah.
Untuk keperluan hidup ibu membanting tulang, jualan dan menjadi tuakng cuci serta gosok baju tetangga. ibu lakukansemua demi kami,demi sekolah anak-anak yang dicintainya.
Berat memang rasanya hidup dibawah tekanan dan ejekan para tetangga, kata-kata anak tukang cuci paling sering terdengar oleh ku, kadang di pangkuan ibu aku menangis menceritakan apa yang sering aku dengar dari orang2 tentang ejekan yang sering ku dengar.

“Jangan terlalu di fikirkan nak, orang itu Cuma bisa berkata, kita jauh lebih kuat dari mereka,mereka mungkin tak akan sanggup menjadani hidup seperti kita, jadikan perkataan mereka motivasi untuk mu, buktikan pada mereka kalo kita mampu,mampu bertahan dari sgala cobaan dan mampu lebih baik dari mereka di suatu hari nanti.Rajin belajar ya nak, dekatkan diri selalu pada tuhan.ingat selalu tuhan dan jangan pernah tingggalkan shalat”
Ibu selalu menenangkan ku dengan nasehat2 nya yang selalu membuat aku bergairah dan tetap semangat.

Tak terasa 3 tahun sudah kami jalani hidup tanpa ayah, adek ku ratih sekarang duduk di bangku kelas 1 smp dan aku sebentar lagi akan menginjak bangku SMA.hari- hari aku jalani seperti biasa,tidak ada yang berubah dalam hidup kami,pagi aku dan adek ku sekolah,malam nya mengaji,begitu pun ibu, sibuk mencari nafkah untuk kami.
Rasa rindu sama ayah kadang menghampiri ku, dan saat kerinduan itu datang hanya berdoa lah yang dapat aku lakukan,

Ketegaran dan ketabahan ibu dalam membesarkan kami sangat terasa bagi ku, tak ada kata lelah dan rasa malu ibu demi membesarkan kami, apapun pekerjaan yang halal di lakukan ibu untuk hidup dan sekolah kami. Sampai akhirnya ada sedikit modal untuk berjualan yang di dapat ibu dari sisa2 penghasilan yang di tabung.
Sebuah gerobak dorongan lah sekarang yang mengisi hari-hari ibu,
Berjualan soto nasi, ya itu lah sekarang yang dilakukan ibu untuk biaya sekolah dan hidup kami,

Ibu sangat tak mengizinkan aku membantunya berjualan, padahal ingin sekali rasany membantu ibu, setiap kali aku ingin membantu ibu, ibu selalu berkata

“ Ini kewajiaban ibu nak, ibu jalani dengan ikhlas, kalau kamu mao membantu ibu kamu belajar dengan rajin dan tekun, cari ilmu dan sekolah yang tinggi, itu kewajiban mu, ibu sangat bangga dan sudah merasa sangat terbantu jika kamu bisa melakukan itu, tanggung jawab ibu menyekolah kan mu, dan tanggung jawab mu untuk sekolah dengan
baik “

Tak terasa waktu begitu cepat beralu, sekarang aku sudah duduk di bangku SMA. Bersekolah di SMA faforit di kota ku sangat mengembirakan. Meskipun senang dapat di terima di sekolah yang aku idam idamkan, sedikit kekhawatiran juga membebaniku, karena rata-rata yang bersekolah di sini adalah dari kalangan ekonomi atas, dan anak orang berada, sementara aku hanya lah anak pedagang soto yang berpenghasilan pas-pasan. Keadaan itu membuat aku minder untuk bergaul dengan teman-teman disekolah, apa lagi melihat mereka yang bawa kendaraan pribadi ke sekolah dan yang diantar dengan kendaraan pribadi yang mewah menambah rasa rendah diri ku. Sempat terfikir untuk tidak lagi bersekolah disana dan sempat pula aku bilang ke ibu tentang masalah ini, kembali nasehat sakti keluar dari mulut ibu, yang membuat aku untuk semangat meraih cita-cita dan mimpi ku..
“sekolah itu untuk kita nak, kenapa kita harus melihat orang lain untuk masa depan kita“
Kalo kamu berfikir seperti itu berarti kamu menyerah dengan keadaan, bukan kah keadaan itu adalah pembelajaran bagi kita???? Itu kata yang di ucapakan ibu ketika itu…dan kata-kata itu sangat memotiasi ku…

bersambung.....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar